Herjanto, (2008 : 308) memaparkan bahwa definisi rantai pasokan sebagai berikut: merupakan sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasikan pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer dan konsumen secara efisien. Dengan demikian barang dan jasa dapat didistribusikan dalam jumlah, waktu dan lokasi yang tepat untuk meminimumkan biaya demi memenuhi kebutuhan konsumen, dan menekankan pada semua aktifitas dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang didalamnya terdapat aliran dan transformasi barang mulai dari bahan baku sampai ke konsumen akhir dan disertai dengan aliran informasi dan uang. Pujawan (2005 : 5) menjelaskan pada suatu rantai pasokan biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (down stream). Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Menurut Schoeder, (2007:189) rantai pasok merupakan suatu proses bisnis dan informasi yang menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen
Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) mencakup keseluruhan koordinasi dan integrasi dari aliran barang dan uang dari semua pelaku usaha yang terlibat dalam keseluruhan rantai pasok. Menurut Emhar et al. (2014), pengaturan aliran produk (barang), keuangan, dan informasi dalam suatu rantai pasok merupakan hal penting pada komoditas ternak dan daging sapi disebabkan cukup banyaknya pelaku usaha yang terlibat, karakteristik produk daging sapi yang mudah rusak, serta harganya sering berfluktuasi dan pada periode tertentu mengalami kenaikan harga yang tinggi.
Hubungan antarbagian dalam manajemen rantai pasok berperan terhadap nilai pengangkutan barang, keterkaitan yang tidak berjalan dengan baik akan mengganggu keefektifan keseluruhan rantai pasok (Janvier, 2012).
Dalam penerapan manajemen rantai pasok harus memperhatikan aliran barang/produk, aliran jasa, dan aliran informasi. Paling tidak ada enam hal yang harus diperhatikan, yaitu:
(1) Apakah aktivitas yang dilakukan menghasilkan nilai tambah;
(2) Bagaimana atau dimana peranan jasa pelayanan di setiap mata rantai pasok;
(3) Apa dan siapa yang menentukan harga;
(4) Hubungan kesepadanan diantara tiap pelaku usaha dalam rantai pasok;
(5) Bagaimana nilai tambah yang tercipta di tiap simpul itu didistribusikan secara adil di antara pelaku rantai pasok; dan
(6) Siapa saja pemeran atau penentu utama dalam rantai pasok.
Dengan melakukan pengukuran kinerja memungkinkan dapat melakukan perbaikan kinerja rantai pasok sehingga dapat dioperasikan dengan efektif dan efisien. Indrajid dan Djokopranoto (2002) mendefinisikan rantai pasokan (supply chain) sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada pelanggannya. Konsep manajemen rantai pasok (SCM) merujuk pada manajemen keseluruhan proses produksi, distribusi dan pemasaran dimana konsumen dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen dapat memproduksi produk-produknya dengan jumlah, kualitas, waktu dan lokasi yang tepat (Marimin dan Maghfiroh 2013, Daryanto 2008).
Pujawan (2005) mengungkapkan sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk:
(1) melakukan monitoring dan pengendalian,
(2) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok,
(3) mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai, dan
(4) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan daya saing.
Menurut Gunasekaran et al. (2001) pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja, dan penentuan aksi di masa depan pada strategi, taktik dan tingkat operasional. Diperlukan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kinerja manajemen rantai pasok, yaitu memiliki fleksibilitas rantai pasok yang baik, kualitas kemitraan yang saling mendukung, integrasi rantai pasok secara padupadan, dan kecepatan perusahaan dalam merespon permintaan pasar dan preferensi konsumen.
Tujuan manajemen rantai pasok bagi kerjasama antar perusahaan di dalam rantai pasok suatu komoditas atau produk adalah (Saptana dan Daryanto 2013):
(1) mengurangi risiko pasar;
(2) meningkatkan nilai tambah, efisiensi dan keunggulan kompetitif;
(3) berguna dalam menyusun strategi pengembangan produk; dan
(4) strategi untuk memasuki pasar baru.
Bagi pedagang pengecer SCM diharapkan dapat menekan biaya operasi, pengadaan, pemasaran, dan biaya distribusi. Kemampuan untuk menghasilkan produk yang standar dan sistem distribusi yang efisien akan meningkatkan efisiensi dan daya saing produk di pasar.
Bila SCM produk daging sapi dapat berjalan baik, minimal ada empat keuntungan yang dapat diraih, yaitu:
(1) Adanya penambahan nilai meliputi kesesuaian dengan pesanan, ketepatan dalam distribusi, dan kesesuaian dalam pembebanan biaya produksi;
(2) Pengurangan biaya transaksi yang berdampak pada timbulnya respon terhadap pasar yang lebih berorientasi pada kepentingan pelanggan;
(3) Pengurangan risiko bisnis daging sapi, yaitu memberikan jaminan pemasaran, pengembangan modal, serta peningkatan efisiensi dan penambahan nilai produk daging sapi yang dihasilkan; dan
(4) SCM dalam industri peternakan sapi dapat dijadikan sarana alih teknologi dari perusahaanperusahaan besar kepada peternak kecil.
Gambaran saluran rantai pasok dan proses manajemen rantai pasok produk ternak dan daging sapi dari produsen hingga ke konsumen.
Contoh Analisis Rantai Pasok
Berdasarkan ilustrasi di atas, pola rantai pasok daging sapi di Kabupaten Garut diawali dari peternak besar (feedlot) menuju peternak penggemukan atau langsung dijual ke penjual besar. Sebanyak 75% pedagang besar mendapat pasokan sapi dari peternak penggemukkan dengan dan 25% lainnya diambil langsung dari peternak beasr (feedlot). Feedlot hanya berkonsentrasi pada pembibitan sehingga untuk mendapatkan sapi dalam kondisi siap potong, pedagang besar lebih memilih membeli kepada petrenak penggemukkan. Pedagang besar kemudian menjual atau mengirimkan sapi siap potong ke RPH Ciawitali, ada pula sebagian pedagang besar yang melakukan proses pemotongan sendiri dengan menyewa petugas pemotongan yang ada di RPH Ciawitali. Hal ini dikarnakan kapasitas RPH Ciawitali yang kecil sehingga kurang bisa memberikan pelayanan yang maksimal untuk proses pemotongan hewan ternak.
Saluran Distribusi
Pakar ekonomi berpendapat mengenai pengertian saluran distribusi sebagai berikut : Nitisemito (1993:102), Saluran Distribusi adalah lembaga-lembaga distributor atau lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Keengan (2003:127) Saluran Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri. Assauri (1990:3) Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Kotler (1997:279) Saluran distribusi adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak kepemilikan atas produk atau membantu memindahkan hak kepemilikan produk atau jasa ketika akan dipindahkan dari produsen ke konsumen.
Macam-macam Saluran Distribusi
Macam-macam saluran distribusi menurut Swastha, Dharmesta dan Irawan, (2012:133) untuk barang konsumsi yaitu :
1. Produsen – konsumen : Bentuk saluran distribusi yang paling sederhana dan yang paling pendek
2. Produsen – Pengecer – Konsumen : Disebut juga saluran distribusi langsung, tetapi pengecer besar langsung melakukan pembelian kepada konsumen
3. Produsen – Pedagang besar – Pengecer – Konsumen: Produsen tidak hanya melayani penjualan besar kepada pedagang besar, tidak pada konsumen
4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen: Di sini produsen memilih agen (agen penjualan atau agen pabrik) sebagai penyalurnya.
5. Produsen – Agen – Pedagang besar – Pengecer – Konsumen: Dalam saluran distribusi ini, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya pada toko-toko kecil.
Contoh Rantai Pasok Ayam Potong
Gambar 2. Menunjukkan bahwa aliran rantai pasokan ayam pedaging yang ada di peternakan Waruga Desa Lolah Kecamatan Tombariri Timur, Kabupaten Minahasa yaitu, pertama hasil panen ternak ayam dari peternakan waruga di beli oleh agen, dan dari agen dijual ke pengusaha daging ayam potong, dimana untuk ayam pedaging siap potong di ambil langsung oleh pengusaha daging ayam potong dari peternakan yang di arahkan oleh agen yaitu peternakan waruga, dengan menggunakan mobil yang sering di sebut mobil bakul. Dan setelah dari pihak pegusaha daging ayam potong, ayam tersebut di olah dan di distribusikan kepasar swalayan yang ada di Kota Manado, dengan menggunakan mobil Pickup. Selain di jual dan didistrbusikan ke pasar swalayan ada juga yang dibeli langsung oleh masyarakat sekitar. Agar supaya dapat lebih efektif rantai pasok pada peternakan waruga dapat diperbaiki dengan memotong mata rantai pasok, yakni dengan menghilangkan pihak agen menjadi :
Peternakan Waruga – Pengusaha Daging Ayam Potong – Pasar/Rumah Makan – Konsumen Akhir.
Sumber :
Amirah, Zahrah Nur. ANALISIS RANTAI PASOK DAGING SAPI DARI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN CIAWITALI SAMPAI KONSUMEN AKHIR DI KOTA GARUT. Analisis Rantai Pasok Daging Sapi, 2(1), 1-9
Rumimpunu, Veronica Sari. ANALISIS RANTAI PASOK AYAM PEDAGING PADA PETERNAKAN WARUGA DESA LOLAH KECAMATAN TOMBARIRI TIMUR, KABUPATEN MINAHASA. Jurnal EMBA, 6(3), 1688 – 1697
Saptana. MANAJEMEN RANTAI PASOK KOMODITAS TERNAK DAN DAGING SAPI. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian,15(1), 83-98
BalasHapusayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q